Aksi Anarkis Tasikmalaya Perusakan Gereja Dan Toko Non Pribumi 26 Desember 1996

JadiTau. Sejarah adalah guru kehidupan itulah hal yang memang benar, kali ini pembahasan mengenai sejarah peristiwa yang hingga masa sekarang terus terkenang, analisa dan kronologis peristiwa akan dibahas lengkap simak terus sobat jadi tau.

Pendahuluan Peristiwa

Tasikmalaya pernah ada peristiwa dimana adanya aksi anarki oleh massa yang cukup banyak dan aksi itu terjadi di tanggal 26 Desember 1996. Padahal pada saat itu Tasikmalaya meraih penghargaan Adipura 1995, namun satu tahun kemudian tepatnya kamis 26 December 1996 pembakaran gereja dan perusakan toko-toko milik orang non-pribumi sangat membabi buta.

Untuk lebih jelasnya simak penjelasan kronologisnya dibawah ini.

Kronologis Peristiwa


Pada hari kamis 19 Desember 1996, Rizal yang merupakan seorang santri berusia 15 tahun, rizal ini merupakan santri kalong atau santri yang tidak mondok(menginap) di Condong. Saat itu rizal tercyduk mencuri barang-barang milik santri yang berada disana, lalu dirinya pun dihukum oleh Ustadz Habib. Hukumannya padahal hanya hal yang biasa dilakukan di pondok pesantren itu jika ada seorang santri yang melanggar norma-norma negara maupun agama, dirinya di hukum direndam selutut di empang milik pondok tersebut. Hukumannya ini pun telah mengkantongi ijin pimpinan pesantren yakni KH Makmun.
Selepas telah dihukum Rizal pun langsung mengadu ke bapaknya yang merupakan anggota Sabhara Polres Tasikmalaya, Kopral Nursamsi.

Selepas pengaduan dari anaknya tersebut langsung ayahnya mendatangi Condong pada hari itu juga. Setelah Nursamsi menerima penjelasan KH Makmun dan Ustadz Mahmud Farid, 38 tahun, dan bagi pihak pondok condong sendiri atas klarifikasi tersebut masalah tuntas.

Timbulnya Masalah


Pada keesokan harinya di tanggal 20 Desember 1996, tiba-tiba saja ada surat pemanggilan untuk Habib Hamdani Ali, 26 tahun, dan Ihsan, 25 tahun, dari Polres Tasikmalaya. Surat pemanggilan itupun tidak di tanda tangani oleh Kapolres Tasikmalaya saat itu yaitu Letkol Suherman, justru bawahannya lah yakni perwira kepolisian Tasikmalaya.

Esoknya setalah ada surat pemanggilan, Ustadz Mahmud bersama KH Makmun langsung mendatangi ke Polres Tasikmalaya karena upaya memenuhi panggilan polisi. Akan tetapi memang kedua orang tersebut tanpa adanya sang habib oleh karenanya pihak Polres meminta agar Habib untuk memenuhi panggilan kedua di hari Senin tanggal 23 Desember 1996.

Tibanya hari senin 23 desember 1996, Habib Hamdani Ali ke tempat kepolisian pada pukul 08.30 WIB di Polres Tasikmalaya. Sang habib juga didampingi oleh dua santri nya tersebut yaitu Ihsan serta Ate Musodiq dan bersamaan pula dengan Ustadz Mahmud Farid. Ke-4 orang iti memenuhi panggilan polisi lalu saat itu mereka disambut empat petugas jaga.

Tiba-tiba, Kopral Nursamsi (ayah si rizal) pada saat melihat Habib langsung saja menarik atau menjambak rambutnya dan juga santri yang menemani Habib dan langsung diberi "bogem mentah". Selain Kopral Nursamsi yang memberikan amukan amarah keempat petugas jaga lainnya pun ikut menghajar dan menendang Habib. Melihat hal ini, Ustadz Mahmud berusaha melerai dengan menghalangi empat polisi yaitu Nursamsi, Serda Agus M, Serda Agus Y, Serda Dedi. Di saat ke empat orang polisi itu mengeroyok ke tiga orang yang berasal dari pondok Condong.

Namun, bukannya mereda justru Mahmud malah menjadi amukan yang secara brutal oleh polisi yang sudah lepas kontrol. Bukannya polisi mengayomi masyarakat malah mengeroyoki masyarakat.

Santri Ate, yang melihat jelas penyiksaan demi penyiksaan terhadap ustadz dan habib serta teman santrinya langsung kabur dari polres dan melapor kepada pimpinan pesantren, KH Makmun. Tanpa menunggu lama, ayah Ustadz Mahmud ini segera melaporkan penganiayaan atas anaknya kepada Wakil Bupati Tasikmalaya, Oesman Roesman. Tak perlu tunggu lama Roeman segera memerintahkan Kepala Dinas Sosial Politik Kabupaten Tasikmalaya untuk meluncur ke Polres Tasikmalaya.

Penyiksaan baru terhentikan pada saat mau waktu dzuhur, tepatnya ketika utusan Pemda Tasikmalaya tiba di Polres Tasikmalaya. Ustadz Mahmud yang sudah babak belur segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya. "Saya ditendang dan dipukuli di ruang pemeriksaan dan tahanan, sembari disuruh push-up. Dan yang menyakitkan, ada seorang petugas memaki-maki saya dengan kata-kata kasar," tutur Ustadz Mahmud Farid

Ustadz Mahmud hanya tiga jam saja saat dirinya berada di rumah sakit. Karena, disebabkan rumah sakit seperti "dikepung" oleh para santri dan masyarakat Tasikmalaya yang terus membludak dan ingin melihat kondisi Mahmud. Atas saran keluarga, Ustadz Mahmud pulang ke rumah diantar orang tua dan puluhan santri. Hari sudah sore, sekitar pukul 16.00 WIB

Sejam setelah ustadz mahmud ada dirumahnya, Kapolres Letkol Suherman didampingi Muspida Tasikmalaya berkunjung sekaligus bersilahturahmi dengan pimpinan pondok. Pertemuan itu memcapai kesepakatan damai yaitu pihak pesantren tak akan menggugat kepolisian Tasikmalaya yang menyiksa tokoh serta santri Condong. Kapolres pun meminta maaf atas perbuatan anak buahnya dan segera akan menindak oknum polisi tersebut seberat-beratnya. Selain itu, pihak Polres akan menanggung seluruh biaya pengobatan.

Pada saat itu juga mulailah banyak sekali isu dari masyarakat dan kalangan pesatren bahwa Mahmud dikabarkan meninggal karena dikeroyok oleh oknum polisi. Bahkan, pimpinan pondok condong KH Makmun pun beredar hoax yang meresahkan yakni telah meninggal dunia. Kemudian juga saat para santri Condong dianiaya di Polres Tasikmalaya, terdengar ada kata-kata penghinaan dan pelecehan terhadap pemuka agama itu.

Bahkan, seorang pemilik warung di terminal Tasikmalaya pada TEMPO Interaktif mengaku mendengar bahwa Ajeungan Mahmud diserang dengan kata-kata "PKI". Tapi, Kepala Penerangan Kodam Siliwangi, Letkol Herman Ibrahim tak yakin benar bahwa ada tuduhan "PKI" terlontar di Polres Tasikmalaya. "Ada baiknya kita tunggu berita acara pemeriksaan," jelas Letkol Ibrahim.

Yaitu hasil isu dari pengeroyokan dan penganiayaan serta kabar hoax meninggalnya Ustadz Mahmud meluas hingga ke luar Tasikmalaya. Akibat itu para simpatisan yang datang ke Tasikmalaya untuk mengkonfirmasikan berita ini. Memang kebetulan ada seorang "Mahmud" yang meninggal, yakni seorang tukang kayu yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa itu.

Peristiwa Aksi


Kemudian sehubungan dari isu yang sudah menyebar secara masif, pada hari Kamis, 26 Desember 1996 pada pagi hari itu, sekitar pukul 10.00 WIB ribuan orang telah berkumpul di Masjid Agung Tasikmalaya, Jalan H.Z. Mustofa, ribuan orang tersebut melakukan doa bersama lalu pada saat ribuan massa yang semakin bertambah disetiap menit, Komandan Korem 062 Tarumanegara, Kolonel M. Yasin, menjelaskan bahwa oknum-oknum polisi yang menganiaya Ustadz Mahmud beserta dua santrinya sudah ditangani oleh Detasemen Polisi Militer.


Pada saat itu mulailah memecah belah dari para ribuan yang berada di Masjid yang mulai bergerak ke arah Markas Polres di Jln. Yudanegara yang hanya berjarak dari masjid agung sekitar setengah kilometer. Para massa yang sudah ke polres mereka menuntut agar Kapolres meminta maaf secara terbuka. Pada saat massa berada dinpolres juga Bupati serta Kapolres yang lagi ada di Mapolres berusaha menenangkan massa yang kian tak sabar.

Kemudian dengan adanya aksi massa yang semakin membludak adanya aparat keamanan berbaju hijau yang ditugaskan untuk siap siaga jika massa ingin berusaha menerobos atau melakukan aksi perusakan di markas Polres Tasikmalaya itu. Lalu hari semakin siang dan saat massa di masjid agung pun kembali akhirnya terpecah-pecah, mulailah mereka yang memecah dati kelompok yg di masjid agung ini bergerak ke arah Jalan H.Z. Mustofa dan mulai melakukan aksi vandalisme yaitu perusakan dan pembakaran, mereka melakukan aksi itu kepada departmen store besar yaitu Matahari dan Yogya, adalah bangunan pertama yang dihajar massa dengan batu dan kemudian dibakar, kerusakan yang sangat parah dan kebakaran yang cukup hebat itulah yang terjadi pada hari itu juga.


Para massa yang saat itu sudah melakukan aksi ke tempat swalayan besar lalu bergerak ke arah Barat adapun yang nengarah menuju Timur dan massa yang menuju arah timut ini melakukan aksi rasis yaitu membakar Gereja Katolik Salib Suci selain itu gereja lainnya yang berada di Jalan Salakaso, Cipatujah, Veteran, serta Wiratuningrat, juga nasib serupa yakni Gereja-gereja yang diamuk massa itu dibakar dan dirusak.


Aksi anarkis yang dilakukan pada peristiwa 26 Desember 1996 kemudian para abri yang berasal dari Batalyon 330 Bandung, Batalyon 323 Majalengka, Batalyon 301 Sumedang, serta dari Kostrad dan Arhanud, melakukan penghalauan massa agar ke luar kota Tasikmalaya. Walau aparatur negara sudah mengerahkan sekitar 800 personil, namun pembakaran dan pengerusakan masih terus membara bahkan semakin parah karena kerusuhan meluas hingga Ciawi yang berbatasan dengan Kabupaten Ciamis, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Masjid Agung Tasikmalaya. Menurut data bahwa massa saar itu sekitar berjumlah lima ribu orang, dan selain dari melakukan pembakaran gereja-gereja dan merusak dan membakar pula tiga pabrik, sejumlah toko, serta membakar mobil yang diyakini milik warga non pribumi.

Kejadian ini pun seharian penuh hingga tengah malam hari Jum'at 27 Desember 1996 membuat Tasikmalaya pun sangat suram pada saat itu juga para masyarakat non pribumi pun merasakan trauma psikis.

Namun, kembali "me-rewind" tepat di kota Tasikmalaya, aparat keamamana baru dapat menguasai keadaan sekitar pukul 17.00 sore hari pada hari Kamis naas itu pula. Pada beberapa tempat saat itu masih terjadi pembakaran mobil, motor, dan apa saja milik warga non pribumi.

Lalu saat jam 9 malam dan yang membuat massa mereda ialah Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen TNI Tayo Tarmadi, datang ke Pondok Pesantren Condong untuk mengetahui kondisi kesehatan Ustadz Mahmud dan bertemu dengan KH Makmun. Lalu, Satu jam kemudian Pangdam mengajak KH Makmun untuk memberikan klarifikasi kepada masyarakat umum melalui radio di pendopo kabupaten. Di radio, pimpinan pondok pesantren berusia 74 tahun, menjelaskan pula kepada massa yang membabi buta bahwa isu tentang putranya, Ustadz Mahmud, telah meninggal dunia. Ia menegaskan, bahwa kondisi putranya hingga malam itu dalam keadaan sehat wal-afiat.

Peristiwa aksi anarkis telah didapat 106 orang yang ditahan, namun sebagian dibebaskan karena dianggap hanya ikut-ikutan. Sisanya yang menjadi provakator dan ide untuk melakukan aksi vandalisme serta rasis itu berjumlah 89 orang, tiga diantaranya wanita. Dan jumlah korban yang meninggal ialah Kio Wie, 60 tahun, meninggal karena terjebak api dan Eli Santoso, 34 tahun tewas sebab penyakit jantung. Kedua korban itupun ialah para warga yang memiliki etnis keturunan Cina. Dua orang lainnya tewas akibat amukan massa dan terjatuh dari truk saat kerusuhan terjadi. Kedua korban terakhir ini diduga ikut dalam rombongan massa.

Kesimpulan Peristiwa


Jadinya korban keseluruhan berjumlah 4 orang dalam aksi yang disebabkan karena HOAX. Pada esok harinya keadaan masyarakat semua masih trauma dan 3 hari kemudian baru pulih sepenuhnya kota Tasikmalaya.

Akhir Kata

Itulah aksi brutal dikarenakan hoax dikota tasikmalaya pada 26 Desember 1996, untuk hal yang baru lainnya di setiap hari hanya berada di jadiitau.blogspot.com, akhir kata terimakasih sobat jadi tau.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel